Hai semua, sudah luamyan lama aku tidak nge-post. Dan sekarang, saya akan membagikan cerpen buatan saya (cerpen asal buat). Heheheee, semoga cerpen ini dapat mendapat respon yang baik dan diterima. Silahkan dibaca ....
Dian, Aku Suka Kamu
Karya : Aditya
Nurmadika
Semua
terlihat hitam, gelap, dan aku tak dapat melihat apapun, namun tiba-tiba
terlihat jelas dihadapanku, setitik cahaya kecil namun terang. Kudekatinya
cahaya tersebut, makin dekat dengan cahaya tersebut makin mataku tak sanggup
melihatnya, hingga kemudian kupejamkan mataku... lalu terdengarlah suara alarm
yang terdengar bising ditelinga, kemudian kubuka mataku perlahan dan ternyata
itu semua hanyalah mimpi,”hmmm, hanya mimpi. Tapi, apa artinya mimpi ini?”,
pertanyaan itu masih menjadi tanda tanya besar hingga kubangun dari tempat
tidurku dan kulihat jam dikamarku, “waduh, udah jam setengah tujuh nih, bisa
telat nanti aku kesekolahnya”. Dengan keadaan yang setengah sadar itu aku
berlari menuju kamar mandi yang ada di bawah tangga, dan kupercepat mandiku
dengan harapan agar tak telat kuberangkat ke sekolah. Tak seperti biasanya aku
bangun kesiangan, hingga aku pun lupa untuk solat subuh.
Setelah mandi,
kupersiapkan seluruh kebutuhanku sebelum berangkat sekolah, lalu bergegas ku
menuju meja makan yang disana telah tersedia makan pagi yang terlihat begitu
menggiurkan, namun makanan tersebut berubah menjadi tidak menggiurkan lagi
setelah ku melihat jam tanganku yang telah menunjukan pukul 06.40, “haduh, pagi-pagi
ini udah dibikin pusing”. Kuurungkan niatku untuk makan, dan bergegas mengambil
kunci kontak sepeda motor, dan segera berpamitan. Dengan langkah yang
terburu-buru aku pun berangkat menuju sekolah.
Sesampainya
disekolah, gerbang telah ditutup, “Ahhh, sialan gara-gara bangun kesiangan nih,
gerbang jadi ditutup gini”, memang ini merupakan pengalaman terlambat pertama
sepanjang aku di SMA ini. Akhirnya, aku pun menunggu didepan gerbang selama
kurang lebih setengah jam, memang itu tidak begitu lama, tapi itu cukup
membuatku merasa malu. Namun, tak lama kemudian muncul dua cewek berboncengan
yang juga telat sepertiku, dalam hati ku merasa sedikit bahagia, “hahaha,
akhirnya ada temennya juga aku terlambat”.
Tak lama
kemudian gerbang pun dibuka, dengan segera ku langsung memarkirkan sepeda
motorku dan bergegas menuju kelas dengan sembunyi-sembunyi agar tak ketahuan
guru, kemudian saat ku sedang berjalan di koridor... hepp, nafasku serasa
berhenti sejenak,”ehem, mau kemana?, bukannya sekarang jamnya pelajaran?” tanya
seorang guru dengan kerudung warna putihnya dan dengan senyum sinisnya menatap
wajahku. “eehhh.., ini bu..., saya mau ke kesiswaan kan saya telat bu...”
jawabku dengan sedikit terbata-bata dan senyum penuh kebohongan. “bukankah
ruang kesiswaan itu ada di sana ya?” tanya lagi guru tadi yang tak kuketahui
namanya dengan menunjuk arah belakangku. “oh, iya deng. Saya lupa bu, heheheee”
ku jawab lagi dengan nada yang makin lama makin pelan. “Ayo ikut saya”, “baik
bu”. Heehhh, kenapa bodo banget aku ya, sial lagi deh.
Kemudian ku
ikuti guru itu tadi di belakangnya menyusuri koridor dan berbelok memasuki
ruang kesiswaan, dan ternyata disana telah ada dua cewek tadi yang juga
terlambat. Kupandangi salah satu dari cewek itu yang sepertinya aku
mengenalinya. Apakah mungkin dia itu ...?, tak lama kuberfikir, sesorang telah
menepuk bahu kananku, kulihatnya kebelakang dan ternyata ia adalah guru
matematika yang ingin lewat. Tanpa kusadari aku telah menghalangi jalan yang
sempit ini.“hey kamu, duduk sini” kata guru tadi, “baik bu Nisa” jawabku, “hey,
nama saya bukan bu Nisa, nama saya bu Iin”, “oh, maaf bu” spontan saja
kupanggil bu Nisa karena di meja tempat kami duduk terdapat nama Drs. Nisa
Jubaidah. Kemudian, bu Iin memberi saya tugas untuk menuliskan kalimat ‘saya
tidak akan terlambat’ lagi sebanyak 100 kalimat, dan saya harus menyelesaikan
tugas tersebut terlebih dahulu jika ingin masuk kelas.
Setelah
itu, kumulai menuliskan kalimat tersebut satu demi satu. Namun, setelah
mendapat 10 kalimat, ku teringat dengan gadis tadi yang sepertinya aku mengenalinya,
ku letakkan bulpoinku dan kemudian aku coba untuk memandangnya, dan tak
kusangkan ia membalas pandanganku. Terlihatlah dua bola matanya, dan benar
memang bahwa aku mengenalinya. Ia adalah Dian, ia teman semasa SDku dulu, dan
dulu kami itu bersahabat hingga suatu saat persahabatan itu menjadi
pertengkaran yang tak berujung.
Saat ku
duduk di bangku sekolah dasar dulu, aku merupakan anak yang cukup terkenal di
sekolah. Pada saat penerimaan nilai raport semester satu, aku mendapatkan
ranking satu dikelas, itulah yang membuatku diberi tanggung jawab saat itu
untuk mengikuti lomba mata pelajaran di sekolah lain, dan disanalah pula aku
menemui teman sesekolah yang juga diberi tanggung jawab untuk mengikuti lomba
sama sepertiku, mereka adalah Nindi dan Dian. Mulai dari sanalah kami saling
akrab dan mulai berteman, kami juga sering mengikuti lomba-lomba secara
bersamaan.
Waktu demi
waktu terus berjalan, kami semua tumbuh bersama dalam suka dan duka semasa
kecil. Melangkah kita bersama, menyusuri waktu yang tiada habisnya. Hingga
suatu saat pertemanan kami berubah, dimana kami semua bertemu dalam kelas yang
sama di kelas IIIA, Nindi mengajak kami bertiga untuk menjadi sahabat. Dan
mulai saat itulah kami makin akrab dan makin mengenal satu sama lain. Suatu saat
kami berada di kelas tiga, disaat jam kosong, aku tengah duduk dibangkuku yang
berada di bangku nomor dua dari pojok kanan belakang, tiba-tiba Nindi
memanggilku dan juga Dian yang tengah berada di bangku sampingku.
“Dian, Alip
...!”, Nindi memanggil kami berdua dengan suara yang tidak begitu keras.
“Iya,
apa?”, kami berdua menjawab bersamaan.
“Kita
sahabatan yuk, kalian mau nggak?”, balas Nindi dengan senyum penuh harapan.
“Ehmm,
eamngnya kenapa kalo kita sahabatan?”, sahut Dian dengan penasaran.
“Ya nggak
papa, kamu nggak mau?”, tambah Nindi
“Ya kalo
aku sih mau-mau aja, itu Alip gimana?, kamu mau nggak Lip?”
“Kalo aku
ya ....... mau dah”
Dari
percakapan yang singkat itulah, kami bertiga menjadi sahabat. Tidak begitu
banyak perubahan yang terjadi saat kami menjadi sahabat, semuanya terjadi
sebagai mana biasanya. Akan tetapi, makin lama, masing-masing dari kami terus
disibukan oleh kegiatan masing-masing, hingga kita makin lama makin jarang
bersama. Akan tetapi, persahabatan kita masih tetap berjalan, hanya waktu saja
yang memberi celah diantara kami.
Aku
teringat suatu kejadian, pagi itu aku duduk di tempat yang biasa aku duduki di
kelas. Saat itu aku masih kelas 4A. Akan tetapi suasana kelas sedikit berbeda,
entah mengapa rasanya berbeda. Aku merasa teman-temanku yang lain
membicarakanku. Lalu, kuberanikan bertanya kepada teman yang duduk disampingku,
namanya Toni.
“Ton, kamu
ngerasa ada yang aneh gak sama aku?”
“enggak ah,
apanya yang aneh”. Ia menjawab dengan bibir sedikit tersenyum seperti menahan
sesuatu.
“terus,
kenapa kok aku ngerasa aneh aja ya dikelas ini”
“ahhh,
mungkin itu cuma perasaanmu aja kali”
“semoga
aja, ini memang perasaanku aja”
Saat itu
aku masih saja penasaran. Lalu jam pelajaran dimulai dan semua anak sekolah
masuk ke ruangannya masing-masing, begitu pula dengan teman-temanku. Sesaat
sebelum guru masuk, sahabatku Nindy masuk dan ia tersenyum kepadaku dan kubalas
lagi senyumannya. Akan tetapi, setelah itu teman sebelahku Didit tersenyum sumringah
dan memukul-mukulkan bahunya ke lenganku. Aku bingung, ini kelas kok makin aneh
aja ya rasanya.
Kemudian
jam istirahat berbunyi, dan teman-teman semua menghampiri Nindy, mereka seperti
menginterogasinya dan Nindy pun terihat seperti sedikit bingung dan marah. Aku
tetap saja bingung. Dan kemudian Didit datang kepadaku dan berbicara.
“sih, ada
yang lagi sukak ke kamu loh”.
“ehhmmm,
maksudnya?”. Aku menjawab dengan sedikit bingung.
“iya, kamu
disukai sama anak”
“sama sapa
emangnya?”. dengan muka penuh penasaran ku jawab.
“sama.......
Nindy”. Kemudian ia kabur begitu saja
Ku langsung
kaget mendengar kata bahwa yang menyukaiku ternyata Nindy. Aku tidak bisa
percaya itu, bukankah kita itu adalah sahabat. Aku masih kaget dan tidak
percaya bahwa ialah yang dari tadi membuat suasana ini menjadi aneh. Tapi
kemudian aku anggap biasa saja berita tersebut, belum tentu juga berita
tersebut benar, mungkin saja itu hanya akal-akalan temen-temen aja. Disamping
itu, aku memikirkan persahabatanku dengan Nindy dan Dian. Entah mengapa aku
hanya memikirkan Dian saja, memang dia itu cantik dan pintar. Dari pada Nindy
aku lebih menyukai Dian, dan sebenarnya aku berharap bahwa yang menyukaiku itu
Dian bukan Nindy.
Waktu terus
berjalan, dan dengan berjalannya waktu, berita tersebut terus saja menjadi
topik yang menarik diantara teman-teman kelas, aku akui bahwa aku sedikit risih
kalau lama-lama seperti ini. Entah aku tak tahu apakah ini memang benar atau
tidak, namun semenjak berita itu meluas, aku dan Nindy tidak pernah saling
berbicara, aku takut kalau berita ini dapat merusak persahatanku dengan Dian.
Namun kubiarkan saja berita itu bak angin berlalu. Entah mengapa yang
kupikirkan hanyalah sosok Dian, kurasa aku mulai menyukainya. Untuk mengurangi
rasa risihku dengan berita tersebut, aku mencoba untuk lebih dekat lagi dengan
Dian, entah bagaimanapun caranya. Dan tak kusangka ternyata dia tidak terganggu
dengan berita tersebut.
Saat ini,
kami sudah kelas 6. Makin lama aku dan Dian makin akrab, dan ternyata itu
membuat Nindy marah. Saat itu pelajaran berlangsung, aku dan Dian ditunjuk
untuk mengerjakan soal diluar kelas. Saat itu kami mengerjakannya secara
bersama. Dan setelah bel istirahat berbunyi, Nindy datang menghampiri Dian.
“heh,
maksudmu itu apa seh deket-deket sama dia?” ia berbicara dengan nada tinggi
“apanya?
Maksudmu itu apa? Dian terlihat bingung
“kamu kan
yang deket-deketin Alip terus”
“loh, terus
itu masalah buat kamu?”
“ya iyalah,
aku sukak sama dia”
“kalo kamu
sukak, apa aku gak boleh ngerjain soal bareng Alip?”
“nggak!”
“maksudmu
itu apa seh..., dulu yang ngajak jadi sahabat itu sapa?, kamu kan?, dan
sekarang kamu sendiri yang coba untuk ngancurin itu semua. Inget kamu sama apa
yang kamu ucapin dulu”
“tapi itu
kan udah dulu, sekarang udah beda”
“terserah
kamu!”
Aku
melihat kejadian itu didepan mataku sendiri, dan aku merasa kaget banget karena
memang benar berita tersebut. Tapi entah mengapa aku marah sama Nindy karena
dia telah memarahi Dian, dan sukak sama aku. Tapi, aku juga merasa bersalah,
kenapa aku juga sukak sama Dian. Hal itu membuatku bingung dan kemudian aku
pergi meninggalkan mereka semua.
Semenjak
kejadian itu, mereka berdua tidak pernah berbicara, dan bahkan mereka berdua
bertengkar. Itu membuatku merasa bersalah karena pertengkaran mereka disebabkan
oleh aku. Namun dibalik itu semua, aku sudah tak sanggup lagi memendam
perasaanku kepada Dian, dan saat itu dia duduk di depanku, lalu aku
terang-terangan saja mengucapkan kalimat
“DIAN, AKU
SUKA KAMU”
Sontak saja
itu membuatnya kaget, dan kemudian ia pergi begitu saja. Aku tak tau lagi harus
berbuat apa, aku ingin menghampirinya tapi aku takut. Aku hanya diam dan
merenungkan apa yang telah aku perbuat. Itu adalah kata terakhir yang kuucapkan
padanya karena setelah itu kami lulus dan mencari sekolah lanjutan.
Aku
tak bisa melupakannya begitu saja, karena ia adalah teman yang ku anggap lebih.
Ia akan selalu kuingat, sampai kapanpun.
“Heh,
Alip.... Alip..... ALIP!!”
“Hah, hah,
iya Dian?.... oh, maaf bu. Iya ada apa bu?”. aku kaget karena terbangun dari lamunanku.
“Dian?
Siapa itu Dian?...... Sudah, cepat kerjakan tugasmu. Temanmu sudah selesai
mengerjakannya, coba lihat punyamu?”
“Heh, baik
bu”
Setelah itu
kulihatnya cewek yang mirip Dian, dan ternyata ia telah selesai dan kembali
kekelas. Huft, padahal aku masih ingin melihatnya dan memastikan bahwa ia
adalah Dian.
Setelah
beberapa waktu berlalu, aku telah menyelesaikan tugas itu. Dan bergegas kembali
ke kelas. Dan sampainya didepan pintu kelas, aku melihat sesosok wanita cantik
sedang berdiri didepan kelas, ia sedang memperkenalkan diri. Kuperhatikan dia,
dan kemudian ia menyebut namanya, “nama saya Andian Fitri, kalian bisa
memanggil saya Dian”. Aku kaget dan merasa senang, karena ia memanglah Dian
sahabatku dulu.
No comments :
Post a Comment