Jember, sebuah kabupaten yang ada di daerah selatan
Jawa Timur atau kawasan tapal kuda. Kabupaten Jember berbatasan dengan
Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Probolinggo dibagian utara, Kabupaten
Banyuwangi di bagian timur, Samudera Hindia di bagian selatan, dan Kabupaten
Lumajang di bagian barat. Jember merupakan pusat regional di kawasan timur
tapal kuda.
Jember dahulu merupakan kota administratif, akan
tetapi kota administratif akhirnya dihapuskan dan Jember kembali lagi menjadi
Kabupaten Jember. Hari jadi Kabupaten Jember diperingati setiap tanggal 1
Januari, akan tetapi sesungguhnya Jember tidak mengetahui secara pasti kapankah
Jember itu berdiri, hari jadi yang diperingati setiap tanggal 1 Januari itu
berdasarkan pada staatsblad nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928 dan sebagai dasar
hukum mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1929.
Jember merupakan sebuah kota yang unik, karena
Jember merupakan kota dengan kebudayaan campuran, yaitu budaya Jawa dan budaya
Madura. Jember juga merupakan kota yang miskin akan sejarah tetapi unik dalam
budayanya. Keunikan tersebut dapat dilihat dari segi bahasa yang digunakan oleh
masyarakat Jember, bahasa Jember berasal dari percampuran antara bahasa Jawa
dengan bahasa Madura, begitu pula dengan keseniannya yang merupakan perpaduan
antara kesenian Jawa dan Madura. Dari percampuran kebudayaan itulah kebudayaan
Jember juga disebut sebagai budaya pendalungan.
Jember memiliki bahasa yang unik, bahasa Jember
banyak dipengaruhi oleh bahasa Jawa dan juga bahasa Madura, namun juga terdapat
beberapa bahasa Osing atau bahasa Banyuwangi-an. Akan tetapi bahasa Osing tidak
begitu banyak mempengaruhi bahasa Jember. Bahasa Jawa di Jember berbeda dengan
bahasa-bahasa Jawa di lain daerah, bahasa Jawa di Jember dipengaruhi oleh
bahasa-bahasa Jawa yang ada di Jawa Timur bagian barat seperti Kediri,
Ponorogo, Tulungagung, dan lain-lain.
Bentuk-bentuk kesenian di Jember juga banyak
dipengaruhi oleh kedua budaya tadi yaitu Jawa dan Madura. Kedua budaya tersebut
saling memenuhi kebudayaan di Jember hingga akhirnya munculah beberapa kesenia-kesenian
khas yang merupakan percampuran kedua budaya tersebut yang menjadi kebudayaan
khas Jember.
Pengaruh Migrasi Kebudayaan Jawa ke Wilayah
Jember
Kebudayaan Jember sebagian besar
dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa dan kebudayaan Madura, oleh sebab itu
kebudayaan Jember sering disebut dengan sebutan kebudayaan Pendalungan karena
percampuran kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Jawa di Jember banyak berkembang
di Jember bagian selatan sesuai dengan peradaban pertama kota Jember yaitu di
kota Puger. Di Jember tidak hanya terdapat kebudayaan Jawa akan tetapi juga
terdapat kebudayaan Madura. Dua kebudayaan tersebut saling mengisi dan memberi
warna yang berbeda terhadap kebudayaan Jember. Jika kebudayaan Jawa banyak
berkembang di Jember bagian selatan lain halnya dengan kebudayaan Madura banyak
berkembang di Jember bagian utara.
Kebudayaan Jawa masuk di Jember
dipengaruhi oleh beberapa teori, akan tetapi ada dua teori yang menurut
pendapat kami dapat di jelaskan sacara pasti, yaitu
a 1. Teori Migrasi orang-orang Jawa
Pada teori ini kebudayaan Jawa yang
masuk di Jember disebabkan oleh orang-orang Jawa zaman dahulu yang melakukan
migrasi ke berbagai tempat yang cocok, dalam artian wilayah yang memiliki tanah
yang subur, sumber daya alam yang cukup sebagai tempat mereka tinggal dan
menetap. Salah satu daerah tersebut yaitu daerah Jember yang memiliki tanah
yang subur untuk ditananmi tumbuhan dan
dijadikan perkebunan.
Orang-orang Jawa yang bermigrasi
tersebut melakukan perjalanan melewati daerah yang lebih jauh. Jarak antara
daerah Jember dengan pusat kebudayaan Jawa yaitu di sekitar Jawa Tengah dan
Yogyakarta memiliki jarak yang tidak begitu jauh jika dilihat dari bagian
selatan pulau Jawa, akan tetapi jalur selatan tersebut sangat sulit untuk
dilewati, karena terdapat banyak gunung, sungai, karang terjal, dan daerah
tandus yang mungkin sulit untuk dilewati. Akhirnya para orang Jawa tersebut
melakukan perjalanan melalui jalur barat, yaitu antara daerah Solo, Ngawi,
Madiun, Nganjuk, Kertosono, Mojokerto, Jombang, Surabaya, Pasuruan,
Probolinggo, Lumajang, kemudian barulah sampai di daerah Jember.
2. Teori orang Belanda yang menetap di Jember
Pada masa pemerintahan
Hindia-Belanda, orang Belanda bernama George Birnie (bersama Mr. C. Sandenberg Matthiesen dan Van Gennep)
mendirikan usaha NV. Landbouw Maatsccappij Oud Djember (NV. LMOD) pada tanggal
21 Oktober 1859, banyak para ondernemer Belanda lainnya yang berminat untuk
turut menanamkan modal dan atau mendirikan sendiri perkebunan di daerah Jember.
Dalam waktu yang relatif singkat berdiri perkebunan swasta di daerah ini
seperti Besoeki Tabac Maatscappij, Djelboek Tabac Maatscacppij dll.
Dengan berkembangnya dan makin banyaknya
perusahaan-perusahaan Belanda yang didirikan, pemerintah Hindia-Belanda
kemudian mulai mendatangkan pekerja-pekerja dari daerah Jawa dan Madura untuk
bekerja kepada pihak Belanda di Jember. Mulai dari saat itulah, penduduk Jember
harus berbagi tempat dengan para pendatang yang didatangkan dari Jawa dan
Madura tersebut, sehingga lama kelamaan para campuran penduduk tersebut membuat
kebudayaan baru, yaitu kebudayaan pendalungan.
Dari kedua teori tersebut dapat diambil kesimpulan
bahawa Kebudayaan Jawa yng masuk ke Jember dipengaruhi oleh orang Jawa sendiri
yang datang dan membawa kebudayaannya ke Jember serta orang-orang Belanda yang
mendatangkan orang-orang Jawa ke Jember.
Proses
Migrasi Kebudayaan Jawa ke Jember
Seperti yang telah dijelaskan pada materi sebelumnya, kebudayaan Jember banyak dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan dari Jawa dan Madura. Dua kebudayaan tersebut telah membuat sebuah kebudayaan baru, yaitu kebudayaan Jember. Akan tetapi, dua kebudayaan tersebut tidak langsung saja ada di Jember, kedua kebudayaan tersebut melewati beberapa proses yang menjadikan kebudayaan tersebut tidak sama persisnya dengan yang ada pada daerah asal setelah masuk ke Jember.
Kebudayaan Jawa yang masuk ke Jember berasal dari
daerah-daerah lain di Jawa Timur yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa
sebelumnya, yaitu disekitar Jawa Timur bagian Barat. Daerah-daerah tersebut
sangat berdekatan dengan daerah asal budaya Jawa yaitu Jawa Tengah, maka dari
itu kebudayaan-kebudayaan Jawa yang masuk ke daerah tersebut masih begitu
kental, seperti bahasa dan keseniannya, yang membedakan dari tiap daerah
terebut yaitu logatnya yang menyesuaikan pada keadaan tiap-tiap daerah. Akan
tetapi lain halnya dengan wilayah Jember yang begitu jauh dengan Jawa Tengah
dan Yogyakarta. Akan tetapi, jika dilihat-lihat bahwa jalur selatan (bagian
selatan pulau Jawa) memiliki jalur yang lebih dekat antara Jawa Tengah dan
Yogyakarta dengan Jember. Tapi, jalur selatan pada waktu itu sangat tidak
memungkinkan untuk dilewati, karena di jalur selatan terdapat banyak gunung,
sungai, karang terjal, dan daerah tandus. Dan akhirnya mereka melewati jalur
barat, yaitu dari daerah Solo, Ngawi, Madiun, Nganjuk, Kertosono, Mojokerto,
Jombang, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, kemudian barulah sampai di
daerah Jember. Karena telah melalui beberapa daerah, maka kebudayaan tersebut
mengalami proses asimilasi dengan bahasa Jawa dialek lainnya. Khususnya bahasa
Jawa dialek Madiun dan Surabaya.
Dengan datangnya pemerintahan Hindia-Belanda jalur
barat mulai ramai, karena telah di bangun jalur-jalur baru, dan juga jalur
kereta api. Maka dari itu, masyarakat Jawa mulai banyak didatangkan ke Jember
oleh Pemerintah Hindia-Belanda untuk dipekerjakan di Jember. Dengan itu juga
masyarakat Jawa mulai banyak yang bertempat tinggal di Jember, dan kemudian
mereka bertemu dengan masyarakat lainnya, seperti orang dari Madura dan
menciptakan budaya baru yang sedikit berbeda dengan budaya aslinya.
Keunikan Bahasa Jember
Terdapat dua bahasa dalam percakapan
yang dilakukan oleh warga Jember, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura. Kedua
bahasa tersebut sama-sama banyak digunakan oleh masyarakat Jember. Secara
berkelompok, penutur bahasa Madura banyak di daerah Jember Timur dan Jember
Utara, itu karena dipengaruhi oleh warga Bondowoso yang berbahasa Madura.
Sedangkan sebagian besar penutur bahasa Jawa terdapat di daerah Jember Selatan
dan Jember Barat. Untuk Jember bagian tengah penutur bahasa Jawa dan Madura
relatif sama, dan terkadang kedua bahasa tersebut digunakan secara bersamaan.
Pembagian wilayah bahasa tersebut
kemungkinan disebabkan oleh peradaban masing-masing bahasa dahulunya, namun seiring
perkembangan zaman kedua bahasa tersebut mulai bercampur-baur. Oleh karena
adanya penggunaan dua bahasa yang saling mengisi, kedua bahasa tersebut saling
mempengaruhi, bahkan memunculkan perbendaharaan kata yang baru sehingga ada
beberapa bahasa Jawa yang ada di Jember tidak ada dalam bahasa Jawa lain
(bahasa Jawa – Jawa Tengah-an dan bahasa Jawa – Jawa Timur-an), misalkan dalam
bahasa Jawa Jember ada kata ceket [cәkәt] (kedua huruf /e/ dibaca seperti
membaca /e/ pada ‘elang’) yang berarti lengket juga ada kata kelet. Beberapa penutur
Jawa dari daerah lain seperti Kediri dan Gresik tidak mengenal kata ini, yang
mereka kenal dengan padanan kata lengket,
yaitu kelet [kәlεt]. Bahasa Jember-an
ceket ini, kemungkinan merupakan dipengaruhi oleh bahasa Madura, yaitu cekak atau lengket.
Selain itu juga terdapat
perbendaharaan bahasa Jember lainnya yang dipengaruhi oleh kedua bahasa tadi
(Jawa dan Madura), yaitu “mak ngunu”(kok
begitu). Mak merupakan bahasa Madura
yang berarti kok. Sedangkan ngunu adalah bahasa Jawa yang berarti begitu. Juga ada bentuk bahasa
pengulangan unik dari Jember, cilik-cilik
(kecil-kecil) merupakan bahasa Jawa, sedangkan bahasa Maduranya yaitu nik-kenik (kecil-kecil), dari kata
“kecil-kecil” tersebut memunculkan bahasa Jember yang unik yaitu lik-cilik, ada juga yang lain yaitu ter-banter (cepat-cepat).
Itu tadi jika dilihat dari segi percakapan,
sedangkan bahasa-bahasa dalam mengatakan benda contohnya yaitu istilah bambu,
dalam bahasa Jawa dikenal dengan nama pring,
sedangkan dalam bahasa Madura dikenal dengan nama perreng. Sedang orang Jember menyebut bambu dengan sebutan eppreng. Orang-orang di Jember
kebanyakan menggunakan bahasa ngoko, kalaupun menggunakan kromo inggil, tiu
bukan berdasarkan status sosial, akan tetapi suatu bentuk hormat akan orang
yang lebih tua. Ngoko merupakan simbol keakraban di Jember.
Bahasa Jember-an ini muncul
dikarenakan percampuran kedua budaya itu tadi (Jawa dan Madura). Pada sekitar
abad ke 19. Muncul banyak pendatang baru dari luar Jember, seperti Jawa dan
Madura, dan rata-rata para pendatang merupakan golongan rakyat kelas bawah.
Perpaduan dua suku dari golongan kelas bawah ini membentuk golongan kelas yang
sama. Karena merasa dari kelas golongan yang sama, suku Jawa di Jember
cenderung menggunkan bahasa Jawa Ngoko, sedangkan suku Madura juga menggunakan
bahasa Madura kasar (tingkat rendah). Jadilah hingga saat ini bahasa Jember
terdengar lebih kasar.
Dari semua itu, dapat disimpulkan
bahwa Jember adalah sebuah daerah dengan dwi bahasa lokal. Kedua suku tersebut
saling membawa, mengembangkan dan menjaga kebudayaannya. Akan tetapi ada juga
daerah lain yang juga turut menyumbangkan bahasa khas Jember, seperti mak takker, pet crepet, dag gradag, dll.
Itu semua merupakan persilangan budaya dari daerah Bondowoso, Situbondo,
Banyuwangi, Lumajang, Probolinggo, dan kota lain disekitarnya.
Begitulah sekilas tentang asal mula kebudayaan Jember, akan tetapi semua itu masihlah belum terbukti dengan nyata, karena belum adanya orang/lembaga yang mencari informasi mengenai asal mula kebudayaan Jember. data diatas diambil hanya berdasarkan apa yang ada sekarang ini. mohon maaf jika ada kesalahan, itu dibuat tanpa sengaja. Terima Kasih
Begitulah sekilas tentang asal mula kebudayaan Jember, akan tetapi semua itu masihlah belum terbukti dengan nyata, karena belum adanya orang/lembaga yang mencari informasi mengenai asal mula kebudayaan Jember. data diatas diambil hanya berdasarkan apa yang ada sekarang ini. mohon maaf jika ada kesalahan, itu dibuat tanpa sengaja. Terima Kasih
No comments :
Post a Comment