Pages

Wednesday, May 1, 2013

Asal Mula Kebudayaan Jember

Jember, sebuah kabupaten yang ada di daerah selatan Jawa Timur atau kawasan tapal kuda. Kabupaten Jember berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Probolinggo dibagian utara, Kabupaten Banyuwangi di bagian timur, Samudera Hindia di bagian selatan, dan Kabupaten Lumajang di bagian barat. Jember merupakan pusat regional di kawasan timur tapal kuda.

Jember dahulu merupakan kota administratif, akan tetapi kota administratif akhirnya dihapuskan dan Jember kembali lagi menjadi Kabupaten Jember. Hari jadi Kabupaten Jember diperingati setiap tanggal 1 Januari, akan tetapi sesungguhnya Jember tidak mengetahui secara pasti kapankah Jember itu berdiri, hari jadi yang diperingati setiap tanggal 1 Januari itu berdasarkan pada staatsblad nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928 dan sebagai dasar hukum mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1929.


Jember merupakan sebuah kota yang unik, karena Jember merupakan kota dengan kebudayaan campuran, yaitu budaya Jawa dan budaya Madura. Jember juga merupakan kota yang miskin akan sejarah tetapi unik dalam budayanya. Keunikan tersebut dapat dilihat dari segi bahasa yang digunakan oleh masyarakat Jember, bahasa Jember berasal dari percampuran antara bahasa Jawa dengan bahasa Madura, begitu pula dengan keseniannya yang merupakan perpaduan antara kesenian Jawa dan Madura. Dari percampuran kebudayaan itulah kebudayaan Jember juga disebut sebagai budaya pendalungan.

Jember memiliki bahasa yang unik, bahasa Jember banyak dipengaruhi oleh bahasa Jawa dan juga bahasa Madura, namun juga terdapat beberapa bahasa Osing atau bahasa Banyuwangi-an. Akan tetapi bahasa Osing tidak begitu banyak mempengaruhi bahasa Jember. Bahasa Jawa di Jember berbeda dengan bahasa-bahasa Jawa di lain daerah, bahasa Jawa di Jember dipengaruhi oleh bahasa-bahasa Jawa yang ada di Jawa Timur bagian barat seperti Kediri, Ponorogo, Tulungagung, dan lain-lain.

Bentuk-bentuk kesenian di Jember juga banyak dipengaruhi oleh kedua budaya tadi yaitu Jawa dan Madura. Kedua budaya tersebut saling memenuhi kebudayaan di Jember hingga akhirnya munculah beberapa kesenia-kesenian khas yang merupakan percampuran kedua budaya tersebut yang menjadi kebudayaan khas Jember.


Pengaruh Migrasi Kebudayaan Jawa ke Wilayah Jember

            Kebudayaan Jember sebagian besar dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa dan kebudayaan Madura, oleh sebab itu kebudayaan Jember sering disebut dengan sebutan kebudayaan Pendalungan karena percampuran kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Jawa di Jember banyak berkembang di Jember bagian selatan sesuai dengan peradaban pertama kota Jember yaitu di kota Puger. Di Jember tidak hanya terdapat kebudayaan Jawa akan tetapi juga terdapat kebudayaan Madura. Dua kebudayaan tersebut saling mengisi dan memberi warna yang berbeda terhadap kebudayaan Jember. Jika kebudayaan Jawa banyak berkembang di Jember bagian selatan lain halnya dengan kebudayaan Madura banyak berkembang di Jember bagian utara.

            Kebudayaan Jawa masuk di Jember dipengaruhi oleh beberapa teori, akan tetapi ada dua teori yang menurut pendapat kami dapat di jelaskan sacara pasti, yaitu 

a    1. Teori Migrasi orang-orang Jawa

                  Pada teori ini kebudayaan Jawa yang masuk di Jember disebabkan oleh orang-orang Jawa zaman dahulu yang melakukan migrasi ke berbagai tempat yang cocok, dalam artian wilayah yang memiliki tanah yang subur, sumber daya alam yang cukup sebagai tempat mereka tinggal dan menetap. Salah satu daerah tersebut yaitu daerah Jember yang memiliki tanah yang subur untuk ditananmi  tumbuhan dan dijadikan perkebunan.

                   Orang-orang Jawa yang bermigrasi tersebut melakukan perjalanan melewati daerah yang lebih jauh. Jarak antara daerah Jember dengan pusat kebudayaan Jawa yaitu di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta memiliki jarak yang tidak begitu jauh jika dilihat dari bagian selatan pulau Jawa, akan tetapi jalur selatan tersebut sangat sulit untuk dilewati, karena terdapat banyak gunung, sungai, karang terjal, dan daerah tandus yang mungkin sulit untuk dilewati. Akhirnya para orang Jawa tersebut melakukan perjalanan melalui jalur barat, yaitu antara daerah Solo, Ngawi, Madiun, Nganjuk, Kertosono, Mojokerto, Jombang, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, kemudian barulah sampai di daerah Jember.

      2. Teori orang Belanda yang menetap di Jember

                Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, orang Belanda bernama George Birnie (bersama Mr. C. Sandenberg Matthiesen dan Van Gennep) mendirikan usaha NV. Landbouw Maatsccappij Oud Djember (NV. LMOD) pada tanggal 21 Oktober 1859, banyak para ondernemer Belanda lainnya yang berminat untuk turut menanamkan modal dan atau mendirikan sendiri perkebunan di daerah Jember. Dalam waktu yang relatif singkat berdiri perkebunan swasta di daerah ini seperti Besoeki Tabac Maatscappij, Djelboek Tabac Maatscacppij dll.

              Dengan berkembangnya dan makin banyaknya perusahaan-perusahaan Belanda yang didirikan, pemerintah Hindia-Belanda kemudian mulai mendatangkan pekerja-pekerja dari daerah Jawa dan Madura untuk bekerja kepada pihak Belanda di Jember. Mulai dari saat itulah, penduduk Jember harus berbagi tempat dengan para pendatang yang didatangkan dari Jawa dan Madura tersebut, sehingga lama kelamaan para campuran penduduk tersebut membuat kebudayaan baru, yaitu kebudayaan pendalungan.

              Dari kedua teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahawa Kebudayaan Jawa yng masuk ke Jember dipengaruhi oleh orang Jawa sendiri yang datang dan membawa kebudayaannya ke Jember serta orang-orang Belanda yang mendatangkan orang-orang Jawa ke Jember.

Proses Migrasi Kebudayaan Jawa ke Jember
           

Seperti yang telah dijelaskan pada materi sebelumnya, kebudayaan Jember banyak dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan dari Jawa dan Madura. Dua kebudayaan tersebut telah membuat sebuah kebudayaan baru, yaitu kebudayaan Jember. Akan tetapi, dua kebudayaan tersebut tidak langsung saja ada di Jember, kedua kebudayaan tersebut melewati beberapa proses yang menjadikan kebudayaan tersebut tidak sama persisnya dengan yang ada pada daerah asal setelah masuk ke Jember.

Kebudayaan Jawa yang masuk ke Jember berasal dari daerah-daerah lain di Jawa Timur yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa sebelumnya, yaitu disekitar Jawa Timur bagian Barat. Daerah-daerah tersebut sangat berdekatan dengan daerah asal budaya Jawa yaitu Jawa Tengah, maka dari itu kebudayaan-kebudayaan Jawa yang masuk ke daerah tersebut masih begitu kental, seperti bahasa dan keseniannya, yang membedakan dari tiap daerah terebut yaitu logatnya yang menyesuaikan pada keadaan tiap-tiap daerah. Akan tetapi lain halnya dengan wilayah Jember yang begitu jauh dengan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Akan tetapi, jika dilihat-lihat bahwa jalur selatan (bagian selatan pulau Jawa) memiliki jalur yang lebih dekat antara Jawa Tengah dan Yogyakarta dengan Jember. Tapi, jalur selatan pada waktu itu sangat tidak memungkinkan untuk dilewati, karena di jalur selatan terdapat banyak gunung, sungai, karang terjal, dan daerah tandus. Dan akhirnya mereka melewati jalur barat, yaitu dari daerah Solo, Ngawi, Madiun, Nganjuk, Kertosono, Mojokerto, Jombang, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, kemudian barulah sampai di daerah Jember. Karena telah melalui beberapa daerah, maka kebudayaan tersebut mengalami proses asimilasi dengan bahasa Jawa dialek lainnya. Khususnya bahasa Jawa dialek Madiun dan Surabaya.

Dengan datangnya pemerintahan Hindia-Belanda jalur barat mulai ramai, karena telah di bangun jalur-jalur baru, dan juga jalur kereta api. Maka dari itu, masyarakat Jawa mulai banyak didatangkan ke Jember oleh Pemerintah Hindia-Belanda untuk dipekerjakan di Jember. Dengan itu juga masyarakat Jawa mulai banyak yang bertempat tinggal di Jember, dan kemudian mereka bertemu dengan masyarakat lainnya, seperti orang dari Madura dan menciptakan budaya baru yang sedikit berbeda dengan budaya aslinya.

Keunikan Bahasa Jember

            Terdapat dua bahasa dalam percakapan yang dilakukan oleh warga Jember, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura. Kedua bahasa tersebut sama-sama banyak digunakan oleh masyarakat Jember. Secara berkelompok, penutur bahasa Madura banyak di daerah Jember Timur dan Jember Utara, itu karena dipengaruhi oleh warga Bondowoso yang berbahasa Madura. Sedangkan sebagian besar penutur bahasa Jawa terdapat di daerah Jember Selatan dan Jember Barat. Untuk Jember bagian tengah penutur bahasa Jawa dan Madura relatif sama, dan terkadang kedua bahasa tersebut digunakan secara bersamaan.

            Pembagian wilayah bahasa tersebut kemungkinan disebabkan oleh peradaban masing-masing bahasa dahulunya, namun seiring perkembangan zaman kedua bahasa tersebut mulai bercampur-baur. Oleh karena adanya penggunaan dua bahasa yang saling mengisi, kedua bahasa tersebut saling mempengaruhi, bahkan memunculkan perbendaharaan kata yang baru sehingga ada beberapa bahasa Jawa yang ada di Jember tidak ada dalam bahasa Jawa lain (bahasa Jawa – Jawa Tengah-an dan bahasa Jawa – Jawa Timur-an), misalkan dalam bahasa Jawa Jember ada kata ceket [cәkәt] (kedua huruf /e/ dibaca seperti membaca /e/ pada ‘elang’) yang berarti lengket juga ada kata kelet. Beberapa penutur Jawa dari daerah lain seperti Kediri dan Gresik tidak mengenal kata ini, yang mereka kenal dengan padanan kata lengket, yaitu kelet [kәlεt]. Bahasa Jember-an ceket ini, kemungkinan merupakan dipengaruhi oleh bahasa Madura, yaitu cekak atau lengket.

            Selain itu juga terdapat perbendaharaan bahasa Jember lainnya yang dipengaruhi oleh kedua bahasa tadi (Jawa dan Madura), yaitu “mak ngunu”(kok begitu). Mak merupakan bahasa Madura yang berarti kok. Sedangkan ngunu adalah bahasa Jawa yang berarti begitu. Juga ada bentuk bahasa pengulangan unik dari Jember, cilik-cilik (kecil-kecil) merupakan bahasa Jawa, sedangkan bahasa Maduranya yaitu nik-kenik (kecil-kecil), dari kata “kecil-kecil” tersebut memunculkan bahasa Jember yang unik yaitu lik-cilik, ada juga yang lain yaitu ter-banter (cepat-cepat).

Itu tadi jika dilihat dari segi percakapan, sedangkan bahasa-bahasa dalam mengatakan benda contohnya yaitu istilah bambu, dalam bahasa Jawa dikenal dengan nama pring, sedangkan dalam bahasa Madura dikenal dengan nama perreng. Sedang orang Jember menyebut bambu dengan sebutan eppreng. Orang-orang di Jember kebanyakan menggunakan bahasa ngoko, kalaupun menggunakan kromo inggil, tiu bukan berdasarkan status sosial, akan tetapi suatu bentuk hormat akan orang yang lebih tua. Ngoko merupakan simbol keakraban di Jember.

            Bahasa Jember-an ini muncul dikarenakan percampuran kedua budaya itu tadi (Jawa dan Madura). Pada sekitar abad ke 19. Muncul banyak pendatang baru dari luar Jember, seperti Jawa dan Madura, dan rata-rata para pendatang merupakan golongan rakyat kelas bawah. Perpaduan dua suku dari golongan kelas bawah ini membentuk golongan kelas yang sama. Karena merasa dari kelas golongan yang sama, suku Jawa di Jember cenderung menggunkan bahasa Jawa Ngoko, sedangkan suku Madura juga menggunakan bahasa Madura kasar (tingkat rendah). Jadilah hingga saat ini bahasa Jember terdengar lebih kasar.

         Dari semua itu, dapat disimpulkan bahwa Jember adalah sebuah daerah dengan dwi bahasa lokal. Kedua suku tersebut saling membawa, mengembangkan dan menjaga kebudayaannya. Akan tetapi ada juga daerah lain yang juga turut menyumbangkan bahasa khas Jember, seperti mak takker, pet crepet, dag gradag, dll. Itu semua merupakan persilangan budaya dari daerah Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, Lumajang, Probolinggo, dan kota lain disekitarnya.

           Begitulah sekilas tentang asal mula kebudayaan Jember, akan tetapi semua itu masihlah belum terbukti dengan nyata, karena belum adanya orang/lembaga yang mencari informasi mengenai asal mula kebudayaan Jember. data diatas diambil hanya berdasarkan apa yang ada sekarang ini. mohon maaf jika ada kesalahan, itu dibuat tanpa sengaja. Terima Kasih

No comments :

Post a Comment